Rabu, 17 Agustus 2011

Proses rencana sampai pelaksaaan harus terkontrol

LLBK, KURSOR
    Proses perencanaan sampai pelaksaan kegiatan harusnya terkontrol dengan baik. Dan kalau sampai saat ini masih ada kasus gizi buruk berarti persolannya ada pada orang yang mengelola dana tersebut, mulai dari petugas pengelola di desa/kelurahan sampai pada kepala daerahnya.
    “Saya sepakat dengan pernyataan ini, karena alokasi anggaran yang diperuntukan untuk hal ini harusnya sudah dihitung dan diprediksikan lebih dari cukup guna mengatasi persoalan gizi buruk,” ujar Ketua DPD KNPI Kota Kupang, Noverius Nggili kepada KURSOR semalam berkaitan dengan pernyataan  Dr. David Pandie    kalau ada pemerintahan yang masih memproduksi anak dengan gizi buruk, maka kepala daerah yang mengepalai pemerintahan tersebut harus diberi rapor merah dan tidak perlu dipilih lagi untuk kepemimpinan berikut”.
    Dia menambahkan mestinya pengelolaan dana MDGs sudah diatur sampai pada tingkat audit pemanfaatan anggarannya, pihak auditor sebaiknya juga transparan dalam memberikan informasi kepada masyarakat tentang daerah-daerah yang bermasalah dalam pemanfaatan anggaran tersebut, sehingga bisa di korelasikan antara keberhasilan pemanfaatan anggaran dengan kenyataan lapangan tingkat keberhasilan meniadakan gizi buruk tersebut.
    Selanjutnya disebutkan jika pemanfaatan anggaran sudah maksimum dan masih ada juga angka gizi buruknya berarti patut diduga adanya penyelewengan pemanfaatan anggaran MDGs pada daerah tersebut dan yang palingg bertanggungjawab adalah kepala daerahnya. Dan sudah seharusnya kepala daerah tersebut tidak usah dipercaya lagi.
    Menurut dia, selain kepala daerah, kemungkinan persoalannya juga ada pada mis perencanaan pemanfaatan anggran dan kebutuhan wilayah. Kebutuhan konteks lokal dalam pengentasan gizi buruk berbeda dengan perencanaan yang justru tidak cocok untuk kondisi masyarakat wilayah tersebut. Misalnya, masyarakat biasa makan kacang hijau dan marungga yang datang biskuit dan susu krim.
    “Kalau mengelola persoalan gizi buruk sebagai persoalan mendasar masyarakat ini saja tidak bisa, berati kemapuannya mengelola anggaran pada sektor lainnya juga harus dipertanyakan,” katanya.
    Sebagaimana diberitakan Dr. David Pandie saat menjadi keynotespeaker pada konsultasi publik Mengawal Pencapaian MDG’s melalui Perencanaan Dan Penganggaran Program Pembangunan di Kabupaten Kupang yang diselenggarakan Yayasan Alfa Omega (YAO) di Pusdiklat YAO, Sabtu (6/8) mengatakan kalau ada pemerintahan yang masih memproduksi anak dengan  gizi buruk, maka pejabat seperti ini dapat rapor merah dan tidak perlu dipilih lagi.
    Mau menjadi kepala daerah tidak pernah berikir next generation tetapi next election. Demokrasi kita adalah demokrasi parasit, kekuasaan yang memangsa, inilah bentuk pemerintahan dracula.
    “Anggaran triliunan rupiah habis tetapi milenium develoment goals (MDGs) pada angka ketiga, empat dan lima masih merah, pemerinathan seperti ini stop saja atau tidak usah lanjutkan,” tegas David  Pandie.
    Tahun 1996-2010, 2010 lebih buruk dari 1996. Anggaran triliunan rupiah hanya membiayai kemunduran masyarakat. Forum-fourm ini ada kesadaran membangun suatu upaya untuk mengontrol jalannnya pemerintahan.
    Dikemukakan pembangunan tidak seperti cinderela  yang membawa sepatu pangeran. Mitos pembangunan, menekanakan pertumbuhan dan kesejahteraan.
    Tetapi ternyata sarkasme katanya yakni pembangunan meningkatkan kemiskinan. Ini suatu realitas. Apa yang salah. Mengapa terjadi gap antara harapan dan kenyataan.
    Selanjutnya dia menjelaskan skema otonomi daerah (otda) belum menunjukan hakekat otda yakni meningkatkan kesejateraan rakyat yang membutuhkan empat hal yakni  rakyat sehat, cerdas, rakyat terbuka terhadap berbagai isolosi fisik dan  dan rakyat memiliki potensi melakukan pembelanjaan/kemampuan beli meningkatkan.
    Kalau empat ini menunjukkan peningkatan artinya telah memenuhi basic needs (kebutuhan dasar) masyarakat.
    Dalam konteks MDGS, suatu kesepkatan global untuk berupaya meningkatkan pembangunan mengatasi persoalan-persoalan mendasar. Mulai dari kemiskinan sampai lingkungan hidup.
    Menurut dia, golden ages seorang anak 0-2 tahun. Jika 0-2 tahun, perlakuan gizi terhadap anak buruk, maka anak akan mengalami cacat permanen artinya tidak mungkin diperbaharui lagi. Jika ini sangat banyak di NTT maka berpotensi lost generation. Satu generasi yang hilang.
    Diuraikan kualitas pendidikan di NTT, saat Ujian Nasional standar paling di bawah nomor 33, dibawah Papua. Ujian Sekolah urutan keenam se Indonsia. Ini adalah sebuah fakta.
    Gejala lost generation bukan impian tetapi kenyataan. Fakta lain, waktu seleksi nasional untuk penerimaan mahasiswa baru, kemampuan hasil lulusan anak NTT menunjukkan angka memperihatinkan, katanya.
    Dia mengemukakan untuk pengembangan SDM  penataan pada unsur hulu dan hilir. Kesehatan adalah aspek hulu dan pendidikan adalah unsur hilir.
    Kalau unsur program peningkatan kualitas ibu dan anak tidak mendapat perhatian yang baik, katanya meski sekolah mau canggih sekalipun untuk mendapat grate tinggi sulit.
    Masyarakat boleh mengalami krisis tetapi anak-anak yang dalam pertumbuhan tahun emas tidak boleh krisis.
    “Kalau masih ada gizi buruk, kita sudah gagal dalam membanguan SDM. Inilah yang disebut sebagai suatu proses pembangunan yang menyingkirkan martabat manusia. Pemerintahan yang mengabaikan ibu dan anak sampai dua tahun adalah pemerintahan yang tidak humanis,” ujarnya.
    Sebelumnya pada kesempatan yang sama ia mengemukakan pemerintahan daerah pemerintahan Bahtera Nuh saat ini. Dapat kekuasaan semua naik, anak, istri, saudara, om, tanta. Ini yang disebut pemerintahan patrilianisme.
    Satu naik semua naik, kakak, adik, om, tanta, istri, saudara. Sekarang, yang terjadi di daerah bukan demokrasi tetapi oligarki, pemerintahan yang dikusasi oleh beberapa orang yang selalu mengatasnamakan beberapa elite yang mengkooptasi identitas yang disebut patrialianisme.
    Menurut dia, gaya pemerintahan Bahtera Nuh. Satu naik, semua naik, Nuh, pilih anak sepasang, sapi sepasang, burung sepasang, semua milik Nuh saja dalam bahtera.
    “Pemerintahan daerah pemerintahan Bahtera Nuh. Dapat kekuasaan kasi masuk anak, istri, saudara, pemerinahan patriliansime,” ujarnya. (Koran KURSOR Edisi Sabtu, 13 Agustus 2011/non)


0 komentar:

Posting Komentar

"Silahkan Tulis Yang Ada dalam Kepala Anda"