Sumber: http://media.kompasiana.com/new-media/2011/10/06/menulis-fiksi-di-blog-apa-dan-bagaimana/
ADA dua anjuran yang umumnya disampaikan kepada pihak (atau blogger) yang ingin menulis. Yakni ‘tulislah topik yang disukai’, dan atau ‘tulislah tema yang dikuasai’. Saya termasuk yang menyetujui anjuran ini, sudah mempraktekkannya, dan karena itu kerap menuliskannya di sejumlah kesempatan.
Tapi setelah dipikir-pikir, anjuran ini, terutama yang ‘tulislah tema yang dikuasai’, hanya berlaku pada tulisan non fiksi, dan tidak terlalu cocok jika diterapkan pada karya fiksi. Jika mengacu pada ‘tulislah tema yang dikuasai’ maka seorang mahasiswi tak akan bisa membuat cerpen tentang perselingkuhan atau poligami. Seorang ibu rumah tangga tak akan bisa menulis cerita tentang “ibu putus asa yang merebus bayinya sebagai hidangan malam”. Pekerja kantor tak akan bisa membuat cerita tentang terorisme, dan guru SD tak akan bisa menulis cerita tentang alien dan pesawat luar angkasa.
Untunglah, di fiksi, kita tak perlu menulis tentang topik yang dikuasai. Pada fiksi, kita punya ‘senjata rahasia’ yang disediakan Sang Pencipta. Yakni IMAJINASI.
Karena imajinasi, JK Rowling berhasil menghipnotis ratusan juta pembaca untuk mengikuti seri demi seri Harry Potter. Saya tidak mengenal JK Rowling (dan rasa-rasanya dia juga tak mengenal saya, hehehe) namun saya berani bertaruh, JK Rowling bukan penyihir atau keturunan keluarga penyihir. Dia berhasil menciptakan dunia sihir yang menakjubkan, yang dipenuhi ramuan dan mahkluk aneh yang tak terbayangkan dengan berbagai mantra yang sempat diyakini sebagai ‘asli’, itu karena dia memaksimalkan imajinasi.
Sekalipun penguasaan pada sebuah topik bukan merupakan keharusan, dalam fiksi hal itu bisa menjadi nilai tambah. Rata-rata novel karangan John Grisham berkisah tentang dunia hukum dengan tokoh utama seorang pengacara. Grisham bisa menggambarkan situasi di firma hukum, serta jalannya persidangan dengan sangat realistis karena sebelum menjadi novelis dia berprofesi pengacara. Tapi tentu saja ketika dia menulis tentang pengacara yang bekerja pada Mafia, bukan berarti dulu dia pernah bekerja untuk Mafia. Kisah Mafia dalam novelnya adalah hasil imajinasi, yang dikombinasikan dengan pengalaman pribadi.
***
Kalau begitu, jika seseorang ingin menulis kisah fiksi, topik apa yang harus dipilih? Pendekatannya bisa sama dengan non fiksi: Tulislah topik yang disukai. Atau dengan kalimat yang sedikit berbeda, tulislah tema yang suka Anda baca atau Anda suka tonton filmnya. Jika Anda suka membaca cerpen atau novel tentang cinta, tentu Anda bisa memulai dengan membuat kisah tentang cinta. Jika suka cerita misteri, Anda bisa membuat cerita tentang misteri. Jika suka baca cerita bertema religi, tulislah cerita bertema religi. Jika suka bacaan tentang lika-liku rumah tangga, Anda bisa membuat kisah tentang itu.
Karena menyukai dan sering membaca tema itu, Anda bisa mendapatkan gambaran dan sudut pandang yang bisa dieksplor menjadi karya unik ciptaan sendiri, berdasarkan ide dan imajinasi Anda.
Saya kebetulan punya pengalaman soal tema yang disukai. Sejak remaja, saya adalah penggemar cerita silat. Setelah lulus dari ‘perguruan’ Kho Ping Ho, saya melanjutkan dengan membaca kisah bernuansa epik karya Chin Yung (Jin Yong), terutama trilogi Sia Tiauw Eng Hiong- Sin Tiauw Hiap Lu- To Liong To. Saya juga menjajal karya Khu Lung (Gu Long) yang lebih berat dan sukar ditebak. Rasa-rasanya semua kisah terbaik karya Khu Lung sudah saya baca.
Sebagai penggemar cersil, maka bisa dipahami jika karya fiksi yang pertama saya buat adalah cerita silat. Cersil dengan setting Tiongkok kuno itu berjudul Thian Po (Pusaka Langit) yang dipublikasi di sebuah situs yang khusus menampung karya fiksi. Thian Po adalah cerita silat bernuansa misteri-detektif. Dalam kisah itu saya merealisasikan apa yang selama ini menjadi mimpi para pembaca cersil: menghadirkan semua karakter terkenal dalam sebuah cerita. Saya menghadirkan keturunan Pulau Es dan perguruan Cin Ling Pai bersama-sama (Pulau Es dan Cin Ling Pai/Pedang Kayu Harum adalah dua serial karya Kho Ping Ho yang sangat terkenal yang dikisahkan secara terpisah dan tak saling kait-mengkait). Saya juga memasukkan karakter ciptaan teman-teman sesama penulis cersil sebagai bintang tamu (sehingga membuat banyak pembaca bingung), dan merencanakan menghadirkan Pendekar 4 Alis dan Yoko!!
Kisah Thian Po tidak berlanjut karena saya punya ‘proyek’ yang lebih menantang, yakni membuat cersil citarasa Indonesia. Saya membuat cersil tentang situasi di Malesung (Minahasa kuno) menjelang penyerbuan Majapahit. Cersil yang dibuat iseng-iseng ini akhirnya dimuat sebagai cerita bersambung oleh sebuah harian lokal di Manado selama kurang lebih 4 tahun. Awal tahun ini, bersama seorang teman saya membuat cersil dengan setting Majapahit berjudul ‘Darah di Wilwatikta’, yang berkisah tentang intrik dan konflik yang terjadi pada Bhayangkara Biru, kelompok pembasmi kejahatan bentukan Mahapatih Gajah Mada. Dalam kisah itu kami ‘iseng’ memasukkan nama beberapa teman blogger sebagai pendekar!!!
Sebelum terpikat pada cersil, sejak kanak-kanak saya sudah terpesona oleh dunia spionase, gara-gara lancang membaca novel Nick Carter yang dipinjam sepupu dari perpustakaan. (Saat itu banyak istilah di novel Nick Carter yang tak saya pahami dan baru ngeh beberapa tahun kemudian, misalnya istilah ‘6-9’—pembaca Nick Carter pasti tahu apa maksudnya, hehehehe). Saya kemudian menjadi pengagum berat karakter James Bond, dan mengoleksi semua filmnya (sebagian asli namun umumnya bajakan yang lebih murah, hehe). Saya juga penggemar berat sejumlah serial bernuansa spionase seperti NCIS, Burn Notice dan 24.
Kecintaan pada kisah spionase saya tuangkan dalam cerita Operasi Garuda Hitam, tentang sepak terjang agen rahasia dari Lembaga Intelejen Nasional. Dua bagian dari kisah ini, yakniAgen Mossad dan Anggur Kematian saya buat sebagai cerpen di kompasiana dan rupanya ada juga teman yang suka.
Sama seperti banyak lelaki, saya juga menyukai tema bernuansa sensual nan erotis. Saya kemudian membuat kisah fiksi tentang perselingkuhan, yang dipublikasi di sebuah blog. Supaya dibaca orang, saya mengatakan kisah Kuti dan Luna itu adalah kisah nyata, dan ternyata banyak yang percaya bahwa itu nyata, bahkan hingga kini (Soal ini akan saya bahas khusus kapan-kapan, hehehe).
Saya juga menggemari kisah berbau science fiction, menyukai semua serial Star Trek, Star Wars dan sejenisnya. Guna mewadahi kecintaan pada hal yang berbau angkasa luar, saya membuat blog fiksi semi otobiografi tentang seorang (atau seekor?) alien yang terdampar di Indonesia.
***
Sebagai penulis fiksi amatiran, saya sangat menikmati proses demi proses penulisan. Saya akhirnya menyadari satu hal. Sebagai penulis fiksi kita bisa menjadi Dewa. Kita yang menentukan siapa yang pacaran dengan siapa, siapa yang kawin, siapa yang selingkuh, siapa yang tewas, siapa yang hampir tewas, dan sebagainya. Dan itu sangat menyenangkan.
Saya juga suka mengkombinasikan berbagai genre yang disukai. Dalam salah satu episode Darah di Wilwatikta berjudul Jalan Pedang Lu Sekai, misalnya, saya menghadirkan bintang tamu istimewa, karakter terkenal bersenjata pedang sinar yang tampil pada trilogi film box office produksi Hollywood (tentu saja dalam kisah itu saya tak menyebutkan namanya, namun umumnya pembaca yang penggemar film bisa menebak siapa dia).
Sejauh ini, saya menulis berbagai kisah fiksi hanya untuk iseng. Untuk bersenang-senang sekaligus menyalurkan kegelisahan. Menulis fiksi saat ini masih menjadi prioritas kesekian.
Namun saya sungguh merasakan kenikmatan yang tak terbayangkan, bagaimana berimajinasi dan menghadirkannya sebagai realita.
Sebagai penulis fiksi kemarin sore masih banyak yang harus saya pelajari. Karya fiksi yang saya buat masih banyak bolong-bolongnya. Tapi setidaknya, saya sudah tahu kira-kira apa yang akan saya buat ketika pensiun dari kerja kantoran kelak.
0 komentar:
Posting Komentar
"Silahkan Tulis Yang Ada dalam Kepala Anda"